“Indikator Keberhasilan” (?) Pengendalian Harga di Masa Lebaran 2017

Masa Lebaran 2017 ini secara nasional ditandai dengan beberapa catatan capaian keberhasilan. Catatan itu mau tidak mau harus dibandingkan dengan capaian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Masih sangat jelas dalam ingatan, menjelang Lebaran tahun lalu, terjadi kasus “Brexit” di mana kemacetan parah yang panjang di exit jalan tol Brebes Timur mengakibatkan jatuhnya beberapa korban kemacetan.  Kejadian di tahun 2016 itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi pengelolaan angkutan mudik lebaran. Syukur pada tahun 2017 ini semua pihak, terutama masyarakat sudah bisa mengantisisipasi sehingga tidak terjadi kemacetan parah pada musim mudik lebaran, Pemerintah sudah menyusun rencana skenario untuk mengelola angkutan mudik Lebaran pada tahun ini, sehingga kemacetan bisa segera diurai. Foto diambil dari sini.

Dari pemberitaan beberapa media mainstream, selain pengelolaan transportasi masa mudik Lebaran, pengendalian harga kebutuhan pokok pada saat menjelang Lebaran 2017 juga banyak diapresiasi masyarakat. Beberapa bahan pokok relatif stabil harganya di berbagai daerah. Harga bawang putih sempat mengalami kenaikan yang cukup signifikan, karena itu jajaran Kementerian Perdagangan melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga bawang putih.

Yang menarik untuk dicermati pada masa Lebaran 2017 ini adalah bagaimana upaya pengendalian harga bahan pokok dilakukan. Bagi masyarakat awam proses pengendalian harga-harga bahan pokok tidaklah penting. Tetapi sesungguhnya ada banyak kerja yang dilakukan berbagai pihak agar harga bisa dikendalikan pada tingkat yang wajar. Perlu diketahui selama ini ada banyak pihak yang memanfaatkan masa Lebaran untuk mengeduk untung dengan melakukan tindakan tidak terpuji. Ada pihak-pihak yang sengaja menimbun beberapa bahan pokok sehingga barang tersebut menghilang dari pasaran, padahal permintaan kebutuhan masyarakat justru meningkat. Akibatnya harga langsung naik dan penimbun barang mempermainkan harga. Para pihak yang memainkan  harga adalah pengusaha yang selama ini menjadi jaringan mafia. Mereka menguasai distribusi berbagai harga bahan pokok. Layaknya mafia, jaringan pengendali distribusi barang tersebut selama ini mengatur harga sesuka hatinya. Sudah barang tentu para mafia tersebut tidak bekerja sendirian, sekelompok orang anggota mafia mestilah didukung oleh oknum yang punya pengaruh di keamanan atau yang sejenisnya. Namanya juga perbuatan tidak terpuji, supaya tidak bisa ditindak dengan cepat, perbuatan tercela mesti didukung oleh oknum sebagai centeng keamanan.

Untuk masa Lebaran 2017 ini, sejak awal pimpinan tertinggi pemerintahan sudah menegaskan akan mengendalikan harga bahan pokok supaya masyarakat tidak dirugikan. Penegasan itu maksudnya supaya para cukong pengusaha nakal tidak bisa lagi mempermainkan harga beberapa bahan pokok. Karena itu dibentuk stuan tugas pengendalian pangan. Presiden sendiri meminta supaya menteri terkait dan pihak keamanan mengendalikan harga pangan. Instruksi presiden tersebut ditegaskan secara sistematis dan ditindaklanjuti secara konsisten oleh jajaran di bawahnya. Salah satu bentuk penjabaran pengendalian harga bahan pokok selama masa Lebaran adalah adanya pernyataan Kapolri, yang buat saya awalnya terasa “menyimpang”, tapi ternyata kemudian efektif dalam mengendalikan permainan cukong. Kapolri menginstruksikan kepada seluruh jajaran di bawahnya untuk benar-benar menindak pihak-pihak yang coba mempermainkan harga bahan pokok. Tidak boleh lagi ada penimbunan barang bahan pokok dengan tujuan spekulasi mempermainkan harga.

Instruksi Kapolri itu dilengkapi dengan “indikator keberhasilan” (indikator ketidak berhasilan) yaitu bagi Kapolres yang di wilayah kerjanya kalau terbukti ada oknum pengusaha yang menimbun barang, maka Kapolres bersangkutan mendapatkan hukuman “dicopot” atau dimutasi ke daerah terpencil. Secara teori manajemen, sepertinya tidak ada korelasi antara spekulan menimbun barang dengan pemberian sanksi kepada Kapolres. Tetapi metode pengendalian yang dilakukan Kapolri tersebut ternyata cukup efektif. Kapolres dengan jajarannya (khususnya satuan reserse kriminal), secara proaktif memantau kegiatan oknum pengusaha yang mencoba menimbun barang bahan pokok. Perlu diketahui bahwa pada umumnya Polres dengan jajarannya punya kemampuan untuk mengetahui apa saja kegiatan yang mencurigakan yang terjadi di wilayah kerjanya. Polisi punya kemampuan untuk mendeteksi dini kalau ada kegiatan orang yang patut diduga mengarah pada tindakan kriminal, termasuk kegiatan kriminal bidang ekonomi. Dengan penyebaran anggota polisi yang tersebar sampai tingkat Polsek dan selalu mengadakan pemantauan, bila ada tindakan mencurigakan, polisi dengan segera dapat melakukan penyelidikan.

Sistim kerja polisi yang demikian mampu mendeteksi kalau ada pihak-pihak yang menimbun barang. Pada masa lalu, sering dijumpai, bahwa oknum-oknum penimbun barang meminta oknum keamanan untuk melindungi kegiatan curangnya. Dulu, seringkali oknum polisi terkesan melakukan “pembiaran” terjadinya kejahatan ekonomi termasuk kegiatan spekulasi harga. “Pembiaran” yang disengaja itu sudah tentu ada kompensasi yang diterima oleh oknum yang membiarkan terjadinya kejahatan tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada oknum polisi yang menjadi pelindung mafia ekonomi. Sekarang, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan tegas menyatakan mendukung pengendalian harga, karena itu jajaran Polri diperintahkan untuk menindak para spekulan harga yang menimbun bahan pokok. Indikator keberhasilan/ketidakberhasilan perintah Kapolri itupun sangat jelas: Kapolres akan dicopot kalau di wilayah kerjanya ada pengusaha yang menimbun barang pokok.

Indikator keberhasilanyang ditetapkan Kapolri tersebut terbukti berhasil mengendalikan harga-harga bahan pokok selama masa Lebaran. Law enforcement menjadi bagian penting dalam upaya pengelolaan harga bahan pokok. Dalam jangka panjang indikator keberhasilan tidak langsung mestinya dikurangi bila sistem pengendalian langsung dapat berlangsung secara efektif.

 

 

Leave a comment