Tulang rorobot yang menjadi setengah robot.

Suatu hari ketika sedang istirahat di rumah sepulang dari kantor, dua pasang suami istri datang bertamu. Kedua bapak memperkenalkan diri bermarga X, bapak yang satu memperkenalkan istrinya bermarga Y, dan bapak yang satu lagi, istrinya bermarga Z. Untuk alasan etika, saya sengaja menggunakan inisial marga, karena ini kejadian sesungguhnya di Surabaya.

“Horas tulang”, begitu si bapak memperkenalkan diri. Saya mulai berpikir: “Dari mana jalannya bapak ini memanggil tulang ke saya”. Saya mulai curiga, ini mesti ada maunya. “Horas lae”, saya menjawab. Sewajarnya memang demikianlah, bila kita dipanggil “tulang” oleh orang yang baru ketemu, maka kita menyebutnya “lae”, bukan “bere”. Begitu yang diajarkan orang tua saya dulu.

Setelah berbasa-basi, maka si bapak mulai mengutarakan maksud kedatangannya ke rumah saya. “Begini tulang”, katanya memulai pembicaraan, “Saya memanggil tulang, karena borumu ini (maksudnya istri si bapak tersebut), sesungguhnya adalah boru Y dari Madiun, jadi lahirnya dia adalah boru Jawa. Tapi kemudian sudah ditahbiskan menjadi boru Y bertahun-tahun yang lalu di bona pasogit. Kami menabalkan dia menjadi boru Y karena tulang saya bermarga Y. Dan nantulang yang menjadi “ina” dari borumu ini adalah boru Silaban. Jadi itulah sebabnya kami datang menemui tulang disini”, katanya melengkapi.

“Sekarang ini, kami akan menikahkan anak kami, pahompumu”, si bapak melanjutkan pembicaraan, karena itulah kami memohon kesediaan tulang untuk hadir sebagai tulang rorobot”. Benar dugaan saya, mereka memang ada maunya ketika datang. Ketika itu saya masih menjadi Ketua Perkumpulan Marga Silaban di Surabaya.
“Terimakasih lae”, saya berbasa-basi menimpali. “Di punguan kami Silaban di Surabaya ini, kami sudah mempunyai kesepakatan, untuk hal seperti ini, maka kekerabatan yang terdekatlah yang akan menjadi “pangamai” (wali). Karena itu, apakah lae tau, kira-kira nantulang lae yang dibona Pasogit, itu dari kelompok marga Silaban yang mana. Sehingga, kami di Surabaya ini bisa mennunjuk siapa nanti yang menjadi tulang rorobot”, saya menjelaskan.

“Waduh, maaf tulang, saya kurang tau, boru Silaban dari kelompok mana nantulang itu”, kata si bapak X.
“Kalau begitu, lae hubungi saja dulu tulangnya di bona pasogit, untuk mencari tau. Baru nanti datang lagi kesini, supaya bisa kita tunjuk siapa yang paling dekat kekerabatannya dengan nantulang lae itu”.
Karena sudah saya sampaikan begitu, si bapak marga X, tidak bisa memaksa lagi. Lalu mereka pulang dari rumah.

Beberapa hari kemudian, bapak X datang lagi dengan isterinya. Katanyamereka tidak bisa mendapatkan informasi, tentang nantulangnya yang boru Silaban itu. Sambil memohon setengah memelas ia bilang: “Maaf tulang, kami sangat memohon agar tulang sudi hadir sebagai tulang rorobot pada pernikahan anak kami nanti”, katanya meminta.

Saya jadi serba repot, kejadian yang seperti ini, bukan yang pertama saya alami. Karena ia tetap ngotot bahwa tulang rorobotnya adalah marga Silaban, tapi dia tidak bisa mencari tau kelompok marga Silaban yang mana, maka dengan terpaksa saya menerima tugas sebagai tulang rorobot. Bapak X menghendaki acara pernikahan adat anaknya lengkap dengan kehadiran “tulang rorobot”. Saya mendadak menjadi tulangnya, padahal saya belum pernah ketemu sebelumnya dengan bapak X, apalagi dengan calon pengantin yang akan menikah. Inilah tugas “adat”, yang menjadi resiko di perantauan.

Pada hari pernikahan, saya datang dengan ditemani oleh seorang “dongan tubu” dan seorang “boru”, sebagai persyaratan. Sebagai tulang rorobot, kami harus hadir sejak awal acara adat di gedung pesta, karena tulang rorobot termasuk kerabat yang harus “disambut” oleh suhut di pintu masuk. Sejak pintu masuk gedung, saya tidak mengenal satupun dari pihak keluarga pengantin laki-laki maupun keluarga dari pihak pengantin perempuan. Sebagai tulang dari pihak pengantin laki-laki, kami harus menunggu sangat lama untuk tiba saatnya memberi ulos sebagai tulang rorobot. Penantian yang ber jam-jam itu membuat saya seperti setengah robot. Kami tidak mengenal keluarga pengantin. Penantian seperti itu benar-benar menjadi siksaan.

Saya pikir adat Batak terlalu di buat rumit oleh mereka yang ingin adatnya lengkap. Tidak kebayang bahwa “tulang rorobot” sangat tersiksa menunggu sampai jam 5 sore baru bisa pulang. Penantian 4 jam akhirnya berakhir hanya dengan memberi “hata poda” selama setengah menit, dan menyampirkan ulos selama setengah menit berikutnya. Benar-benar menyebalkan menjadi tulang rorobot.

13 thoughts on “Tulang rorobot yang menjadi setengah robot.

  1. Long time lurker, thought I would say hello! I really dont post much but thanks for the good times I have here. Love this place..

    When I was hurt in that motorcycle accident my life would be changed always. Sadly that driver had no car insurance and I was going to be in pain for ever.

    This was not time for me to start and guess what to do. I had to find a good personal injury lawyer to help me get what I needed. After all, my family was counting on me.

    How awful was it? I has bedridden for 3 months, I had to have constant care and my clinic bills went through the roof!

    Gratefully, I found a good referral site to help me.

    I will post more later this afternoon to tell you more about what I have been going through.

    If you need an accident lawyer try the guys at accident lawyers
    >

    Like

  2. horas amang, salam kenal
    membaca cerita di atas, aku melihat tampaknya si bapak X itu yg salah/kurang tepat..kalau emang dia menghargai adat, mestinya dia tahu nantulangnya dari kelompok marga silaban yang mana…jangan cuma tahunya bikin pesta doang, tapi partaromboan tak tahu dia,

    Like

  3. yahhhh…
    walaupun rumit,tp hal hal seperti itu sangat membuat saya bangga dengan adat bata.
    maulite ma natuatua nami
    florida sihombing

    Like

  4. Mauliate di tulisan muna on Lae (Marlae ma hita jolo kedan)…..he..he..he..

    Botul do mungkin halak batak-ki bahagian dari suku Jahudi (Suku Yafet), sebab sude do kehidupanna diatur dohot aturan-aturan na uli situtu, dijaga do kelompok-na asa unang mampambuati tu boru na asing asa tong murni ras-ni Tuhanni.

    DALANI HAMU MA SUDE aturan adat-ti, ai sian Yahowa do i sude, ima Amanta na di Surgo-i.
    Unang hurangi manang tambahi hamu, ai hata ni si Jolo-jolo tubu do i sude, asa uang marsalah nang mardosa hamu.

    Mauliate..

    Like

  5. Ketika saya hendak menikahpun, sebagai orang pria Batak – saya langsung dihadapkan dengan segala bentuk adat istiadat Batak. Saya sempat dibuat pusing tujuh keliling. Yang terbayang di hadapan saya adalah biaya pesta yang membengkak, di luar dugaan!. Saya sempat menolak mentah-mentah segala bentuk aturan adat istiadat Batak, yang saya rasa tidak perlu karena saya merasa tidak penting!. Kalau boleh jujur, alasan yang saya buat-buat adalah tidak sesuai dengan keyakinan / prinsip saya. Saya keras sekali menentang semua prosesi adapt Batak. Alasan yang saya buat-buat ketika itu sangat bertentangan dengan ajaran Injil (tidak sesuai dengan ajaran Kristus/Kristen). Padahal, alasan sebenarnya adalah soal biaya dan biaya. Setelah berkunsultasi kesana-kemari dengan orang tua dari kalangan orang Batak atau tidak. Dan saya tidak lupa berdoa untuk diturunkan pencerahan pikiran.

    Entah kenapa waktu itu saya hanya pasrah saja. Saya serahkan pada TUHAN saja mana yang terbaik. Akhirnya saya setuju saja menyerahkan semua prosesi pernikahan saya dilakukan melalui prosesi adat Batat (Mangadati) secara penuh (adat na gok). Yang penting adalah niat saya yang tulus, kalau itu adalah jalan yang terbaik diberikan TUHAN. Dan tampa disangka-sangka, rejeki / order saya ada saja untuk menutupi semua biaya pesta adat itu. Dan saya akhirnya menyadari apa makna adat Batak tersebut bagi pernikahan saya. Itu yang terpenting akan saya bagi bagi banyak orang.

    Persoalannya sekarang, ada banyak pria di luar suku Batak atau pria Batak sekalipun kurang memahami adat Batak tersebut. Atau banyak mereka tidak mau tahu atau peduli. Atau tidak mau direpotkan dengan semua prosesi adat Batak yang dianggap merepotkan/berbeli-belit! Yang terjadi sebenarnya adalah mereka tidak menerima semua prosesi adat Batak dalam pernikahan, bukan karena alasan pertentangan keyakinan!!!! Sekali lagi bukan!!!! Tetapi karena mereka tidak mau repot dan tidak mau banyak keluar biaya dalam pernikahan mereka. Mereka ketakutan keluar biaya banyak!!! Itu adalah alasan sebenarnya!!! Bukan karena keyakinan!!!! Apakah semua adat istiadat Batak sesuai dengan firman TUHAN. Saya katakana ya….ya…dan ya…

    Tuhan akan memberkati pernikahan tersebut selamanya. Jika hubungan komunitas sosial dengan keluarga terdekat juga ikut merestui dan mendoakannya! Banyangkan jika pernikahan seorang wanita atau pria Batak TIDAK dihadiri salah satu orang tuanya atau familinya. Bayangkan betapa sakit hatinya orang tua si mempelai perempuan/laki-laki tersebut! Seperti pernah kasus di keluarga saya.
    “Ito saya (saudara perempuan anak adik ayah saya) akan menikah dengan seorang pria di luar suku Batak, seorang pendeta dari golongan Kristen Kharismatik dari suku Indonesia timur. Kedua orang tuanya, dan famili tidak setuju atau menghadiri pernikahannya karena tidak disetujui orang tuanya karena pernikahan mereka tidak dilakukan secara prosesi adat Batak. Ditambah, pengaturan tanggal pernikahan mereka sendiri yang sudah mereka atur tampa pemberitahuan / persetujuan dari kedua orang tuanya. Saya sedih melihat adik ayah saya. Dia semakin trus stess memikirkan anak perempuannya yang sangat dicintainya. Bahkan nyaris adik ayah sayta terkena stroke. Tetapi pernikahan mereka tetap saja dilakukan tampa dihadiri keluarga adik bapak saya. Sangat tragis dan menyedihkan…!!! Apakah ini pernikahan yang diberkati TUHAN!

    Jelas ini sangat bertentangan TUHAN! Saya tidak mengerti, mereka sangat dekat dengan TUHAN dan mengaku – ngaku sebagai hamba TUHAN yang kudus bertekun dalam doa, berani melakukan seperti ini. Tetapi justru sangat menyakitkan hati kedua hati orang tuanya! Apakah seperti ini pernikahan yang diberkati TUHAN????Mana penghormatan terhadap orang tua!?

    Sebenarnya, setelah saya alami semua prosesi pernikahan adat Batak pada pernikahan saya. Yang saya rasakan sekarang ini dan seterusnya adalah semua prosesi adapt batak tujuannya adalah bentuk dari penghormatan dan cinta kasih dari kedua orang tua, saudara sekandung, dan keluarga dekat, dan masyarakat sekitarnya. Semua prosesi adat istiadat Batak tidaklah bertentangan dengan ajaran Kristen!!! Justru tujuannya adalah dalam rangka rasa bersyukur, mempererat hubungan cinta kasih dan kepedulian kedua orang tua/keluarga, saudara, kerabat dekat dan masyarakats sekitarnya kepada anaknya yang sangat dicintai. Simbol ini diwakli dengan prosesi pemberian ulos. Dan itulah yang saya alami! Apakah hal itu benar-benar bertentangan dengan firman TUHAN seperti yang dikatakan banyak aliran Kristen kharismatik, yang mengatakan semua prosesi adat Batak adalah bentuk “upacara berhala”. Sangat aneh…Bagi saya itu hanya alasan yang dibuat-buat mereka, karena tidak mau peduli atau tidak mau pusing atau direpotkan dengan semua prosesi adat Batak, dan tidak mau bersosialisi dengan kedua kerabat keluarga dan masyarakat sekitarnya. Ya.Mungkin juga karena ketakutan keluar biaya besar! Silahkan anda pikirkan. Terima kasih. (Rivai Sihombing) pembawaide@yahoo.com.

    Liked by 1 person

  6. Memang ate…..agak ‘rumit’ do mambahas adat batak on. Rumit mambahas akka na ‘aneh-aneh’. Sian dia do mulaanta? Molo nisukkun pihak namanbahen pesta adat (suhut) na adong ‘keanehanna’, pittor hatop do adong alusna: ” Ulaonku do on. Molo naeng songon na dipikkiran mi, baeni haduan di ulaonmu”! Hea sahali, dipangido suhut asa mangulosi dongan “sabisnis”na. Mangulosi halak sileban ditongani mangajana topet diulaon, ndang seremoni umum songon penyambutan tamu-tamu umum. Aha pe alus ni suhut taringot tu ulos songon nanidok di ginjang i, ‘silat lidah’ namai. Adat ‘suka-suka’, ‘semau gue’. Adat sisongonon i : (manurut pandapothu, santabi)ima adatni akka jolma nasomaradat! Boasa? Alana akka jolma na sai mangulahon adat ‘suka-suka’ on dang dipikkirion kelangsungan ni adat jangka panjang, dang diterima pandapot ni donganna, dang parduli jala ndang dipikkiri kesulitan generasi muda berikutnya, dang dipikkiri ‘kesulitan’ paboahon ‘formulasi adat nabaku tusandok jolma nahumaliang (sileban). Pokokna jolma ‘nasomaradat’ sisongonon mansai torop. Tabereng ma akka pesta adat, musiknya dangdut campur aduk lagu gereja, pengantin perempuan pakai songket palembang, pengantin pria pakai jas ala barat, tulang ‘dipinjam’ manang ‘dituhor’ ala nabeteng manang mamora. Pokoknya, pelaksanaan adat sudah pada tahap ‘sodomdangumora’…. Hamu akka dongan napinarsangapan, akka naliat nalolo, akka namakkaholongi adat batak, sian dia ma mulaanta?
    Horas ma dihita saluhut.

    Like

  7. ima da ito… songoni do tong di ranto songon di merauke. bulan lalu ada marga pasaribu yang kepala dinas pendapatan daerah, setelah periode lalu menjabat kabag keuangan, menikahkan anaknya yang dokter di merauke. anaknya ini menikah dengan jawa yogya yang udah dibuat boru simanjuntak… sesuai marga ni inanta i. dibuatlah adatnya di aula hotel yang dibuat sepulang gereja dan pestanya emang meriah. hanya saya bingung melihat urutan acaranya. kelihatan sekali raja parhata masih kaku dan membaca semua yang berhubungan dengan adat, si panise, protokol sampai umpasa udah di format dalam kertas acara. waktu mangalean amplop dari paranak ke parboru, dijaha do sude marga simanjuntak dohot boru na adong di merauke. dungi ikkon ditortorhon do antong pas mangalean dohot musik ni kaset. setiap adong kesempatan ditortorhon akka suhut do. alai soundsystem do dibaen. disewa do nian akka kibord dohot parende, hape halak ambon do na marende. dilului do kesempatan mangisi marende pas mangan, hape padalan jambar do dibaen disi. na paling asing hurasa pas mangulosi, sude do ro rombongan misalna tulangna panjaitan, alai sada do perwakilan ni ulosna ai dang adong ulos di merauke. ikkon sian toba do di tuhor. dung mangulosi halaki gabe manortor muse dipajojor, baru roma suhut mangalean hepeng tu tulangna, hape na huboto sebelum mangan manang mangulosi do manortor songon i. ai mangarippuni do na mangulosi sebelum tikkir tangga di rohaku. dung tiba akhir acara, songon olop2 na, di lean ma uang olop2 tu ketua IKBM (Ikatan keluarga batak Merauke). jadi dibagi2 ma uang on, adong do 10rb sahalak… seluruh yang ada di gedung…. sisa dope sagepok nai… ninna rohaku,,,, godang ni hepeng dang tuk menyamakan sakralnya adat batak kalo dilaksanakan di toba sadui… daripada di rantau… ai akka tulang na pe dang na toho tulangna… bapa tua manang tulang rorobot, bahkan simatua ni pengantin pe na baru di `comot` do beberapa hari sebelum pesta… alai cukup terhibur do halak ambon na di samping ki… mamereng ikkan mas dohot tarlumobi ma ulu ni babi na gabe jambar i….

    Liked by 1 person

  8. Di balik ni i sude, nangpe holan na patorop torophon iba jala huhut ndang ditanda be iba dung sae ulaon i, manang na gabe ingkon iba tulang rorobot manang bona ni ari jala ingkon painteon marjom-jom, tongdo adong kebanggaan tersendiri di si. Manang na ala ni ahama i. Sada na pasti tubu di bagasan roha: Onma angka pomparan ni namboru nami. Jala laos ni bayangkon ma muse angka hula hula niba sahat tu ginjang sahali. Onma tabona molo na adong i marga i.

    Hea di nasahali, manompang truk au sian Tele tu Pangururan. Hupatandahon ma diringku, jala di alusi nampuna truk on:Tamba, ninna.
    Dipatangkas amanta i ma partuturon sahat tu ginjang. Jadi, pomparan ni ompu adunang do hamu? Ido, ningku mangalusi. Manigor di suru supirna i pasohon trukna i. Oooooo datulang i, ninna, huhut sai di siuki au. Di boto hamu do tulang cerita ni Datu parngongo i? Hamima pomparan ni namboru muna i. Las do roha tong disi, nangpe holan tulang di pardalan iba.

    Liked by 1 person

  9. Kejadiannya sekitar tiga tahun yang lalu, setelah pestanya saya memang tidak pernah lagi ketemu dengan yang bersangkutan.

    Saya memang jadi hula-hula sipatorop ulu, penggembira saja. Kalau ada dua tiga orang dongan tubu, saya sudah kabur pulang duluan, tapi karena harus pasahat ulos, jadi terpaksa tunggu sampai giliran tiba jam 5 sore.
    Amang ooii.. amang na marbere i…

    Liked by 1 person

  10. Hulahula ‘nasolot’ pernah saya alami lae. Ini karena hulahula ‘nasolhot’ tdk dpt hadir lengkap. Seorang pengacara kondang sian ‘hamion’ beristeri boru Marbun. Saat ada acara adat ‘hasuhuton’ mereka, hula2 diharapkan banyak hadir. Naipospos di Laguboti umumya sepaham ‘sisada anak dht boru’ memenuhi ajakan meramaikan rombongan Marbun. Usai acara itu hingga kini (± 18 th) saya pribadi tdk pernah ketemu dgn mereka itu semua 😦
    Begitulah nasib hulahula ‘patorop ulu’. Bagi saya kurang jelas, begitukah seharusnya adat yang disebut ‘sisolisoli’ menerima dan memberi? 😉
    Tapi itulah konsekwensi menjadi batak, walau sering terjadi tdk jera melakoni 😀 Akhirnya dinikmati walau rada rasa nano-nano ‘asam manis’ 😀

    Liked by 1 person

  11. Sabar… karena kerumitan yang terjadi, atau terpaksa sabar…karena tugas yang terpaksa pula…tulang rorobot…tulang, sering hanya sebentar.., bahkan tulang ni namate hehehe….

    Liked by 1 person

Leave a comment