Car free day: gerakan moral kepedulian lingkungan

Tanggapan untuk Mochamad Toha (Kompas Jatim, 3 September 2008)

Pelaksanaan car free day (CFD) 24 Agustus 2008 di Surabaya boleh dikata berlangsung lancar. Pada awalnya ada juga masyarakat yang bingung, mereka mencoba mencari jalan agar tetap melewati kawasan CFD di jalan Raya Darmo, tapi akhirnya tetap tidak bisa lewat. Sejatinya, CFD dilaksanakan sebagai sebuah gerakan moral untuk kepedulian lingkungan. Harapannya, pada akhirnya ada kepedulian semua pihak, yang bermuara pada perubahan perilaku, perubahan kebiasaan dan gaya hidup. Kalau tadinya orang tidak peduli lingkungan, maka dengan gerakan moral tersebut, ada perubahan gaya hidup, menjadi peduli lingkungan. Sejak awal difahami, bahwa tidak mungkin memperbaiki kualitas udara kota Surabaya, hanya dengan melaksanakan car free day selama 6 jam di jalan yang panjangnya hanya sekitar 2 km. Emisi gas rumah kaca di kota Surabaya tidak mungkin turun secara signifikan ketika dilaksanakan CFD tanggal 24 Agustus 2008.

Pengalihan lalu lintas dari Jalan Raya Darmo ke kawasan sekitarnya sudah diprediksi akan mengakibatkan penumpukan di Jalan Diponegoro dan di Jalan Dinoyo. Akan tetapi penumpukan itu sebenarnya bisa dikurangi, andai saja masyarakat memperhatikan pengumuman yang dipasang diberbagai tempat. Sehingga, bagi mereka yang tidak terlalu penting harus melalui jalan Raya Darmo, bisa memilih jalan lain. Akan tetapi kurangnya perhatian masyarakat itu masih bisa difahami, mengingat baru untuk pertama kalinya jalan Raya Darmo ditutup total. Penumpukan lalu lintas di jalan alternatif memang menimbulkan kemacetan dilokasi itu. Tetapi hal itu adalah lumrah. Selama beberapa saat terjadinya kemacetan, sudah barang tentu konsentrasi emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi lebih besar.

CFD sengaja memilih lokasi di pusat kota, tepat di koridor utama Surabaya, yakni jalan Raya Darmo. Pemilihan lokasi ini, dengan pertimbangan, ada jalan alternatif yang bisa diambil oleh pengguna jalan. Selain itu dengan mengadakan di koridor utama, maka perhatian masyarakat akan lebih besar. Terlepas dari opini pro dan kontra, tetapi CFD di Raya Darmo, telah menggelitik perhatian publik.

Sebagai gerakan moral untuk kepedulian lingkungan, CFD harus dilihat secara lebih komprihensif yaiu untuk mengkampanyekan kepedulian lingkungan. Karena itu diharapkan akan ada perubahan perilaku dan perubahan gaya hidup. Kalau semula tidak mau tau terhadap lingkungan, menjadi peduli dan melestarikan lingkungan. Masyarakat diajak untuk melakukan “self environmental audit“, menimbang kebiasaan dan perilaku sehari-hari, mana yang lebih banyak; merusak lingkungan atau memperbaiki lingkungan. Dengan pendekatan yang komprehensif,  pemahaman terhadap CFD tidaklah semata-mata sebagai pengalihan lalu lintas, apalagi sekedar pengalihan polusi, tetapi sebagai pemberdayaan masyarakat untuk kepedulian lingkungan.

Untuk mendapatkan hasil peningkatan kepedulian lingkungan, CFD harus dilakukan secara berkala.Sejauh ini berbagai pihak menyambut positif CFD untuk dilakukan periodik. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap kegiatan CFD pada tanggal 24 Agustus 2008, ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan. Evaluasi itu sangat bermanfaat bagi perbaikan pelaksanaan CFD dimasa yang akan datang. Yang pasti, adalah, berbagai pihak menginginkan pelaksanaan CFD yang akan datang tetap dilokasi jalan Raya Darmo. Berbagai kendala teknis perlu diantisipasi, agar pelaksanaannya bisa lebih baik.

Car free day dilaksanakan di Surabaya bukanlah karena kualitas udara Surabaya yang sudah buruk. Pelaksanaan CFD adalah sebagai upaya meningkatkan kualitas udara. Berdasarkan evaluasi kualitas udara perkotaan yang dilakukan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) pada tahun 2007, Surabaya menempati urutan teratas dalam kualitas udara perkotaan untuk kota metropolitan.Tim Evaluasi dari KNLH didukung oleh pakar kualitas udara dan pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasil evaluasi KNLH, bertolak belakang dengan pernyataan yang dikutip oleh Mochamad Toha (Kompas edisi Jawa Timur, 3 September 2008). Berdasarkan catatan dan data, Tim Perumus Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Udara Bersih (RUU PUB) tidak pernah melakukan penelitian kualitas udara di Surabaya. Begitupun kenaikan temperatur udara di Surabaya, tidak benar sebagai yang tertinggi di dunia. Pernyataan Mochamad Toha itu sama sekali tidak didukung oleh fakta yang bisa di rujuk dan dianalisa.

Kandungan partikulat pada udara ambien Surabaya, pada tahun 2006, dianalisa oleh DR. Dollaris Riauwaty Suhadi dari Swiss Contact, Jakarta. Dengan menggunakan sebuah model, DR. Suhadi menghitung kerugian ekonomis total yang diakibatkan oleh kandungan partikulat (PM10) pada udara ambien (udara bebas) di Surabaya. Dari kalkulasi model itu, DR. Suhadi menemukan bahwa kerugian total seara ekonomis sudah mencapai hampir Rp. 900 milliar per tahun. Kerugian itu termasuk biaya mengobati penyakit yang ditimbulkan oleh PM10 seperti ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), juga kerugian membersihkan bangunan dan kendaraan akibat kotor oleh PM10. Dengan model yang sama, kerugian total untuk Jakarta diperkirakan mencapai Rp. 2 trilliun lebih per tahun, sebagai akibat PM10. Kandungan PM10 tertinggi berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar solar.

4 thoughts on “Car free day: gerakan moral kepedulian lingkungan

  1. Sayangnya Harian Kompas tidak mau (tidak berani?) memuat tanggapan saya. Saya kirimkan tanggapan diatas ke redaksi Kompas berselang sekitar 3 hari setelah tulisan sdr. Moh. Toha dimuat, tapi Kompas tak mau memuat tanggapan saya. Tidak ada penjelasan Kompas, padahal maksud saya adalah, supaya tulisan Sdr. Moh. Toha diimbangi dan diklarifikasi.

    Like

  2. Pak Togar Yth. Mungkin penjelasan Bapak berikut ini sudah bisa menjadi jawaban atas komentar Bapak terhadap tulisan saya di KOMPAS. Terima kasih. Salam kenal!

    Kamis, 22/01/2009 17:21 WIB
    Dalam Setahun, Ada 5 Hari Kualitas Udara di Surabaya Buruk
    Irawulan – detikSurabaya

    Surabaya – Warga Kota Surabaya alangkah baiknya bersikap waspada terhadap kualitas udara di Kota Pahlawan. Pasalnya dalam setahun ada lima hari kualitas udara mengalami penurunan dan kondisinya tidak sehat.

    “Tahun 2008 lalu ada lima hari dari 365 hari kualitas udara sangat buruk. Dan kemungkinan tahun ini (2009,red) akan mengalami hari seperti itu,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Togar Silaban kepada wartawan dalam konferensi pers di Rumah Makan Kampar, Jalan Indragiri, Surabaya, Kamis(22/1/2009).

    Togar mengungkapkan, menurunnya kualitas udara tersebut dikarenakan banyaknya particullar (pm 1o) atau debu yang berterbangan di udara di seluruh kota. Dan yang kedua adalah karena ozon.

    Untuk debu dikarenakan BBM jenis solar dan juga debu jalanan. Sedangkan pencemaran ozon karena banyaknya polusi kendaraan bermotor terutama hydroncarbon dan C02 yang bereaksi di udara kemudian menimbulkan pencemaran ozon.

    “Pencemaran ozon itu adalah pencemaran udara sekunder sedangkan pencemaran primer itu berasal dari Carbondioksida, nitrogen oksida dan sulfur oksida,” jelasnya.

    Hal tersebut bisa dikurangi kata dia dengan melakukan perawatan rutin kendaraan bermotor. Perawatan perlu dilakukan agar emisi gas buangnya tidak menimbulkan pencemaran. Saat ini kata dia jumlah pertambahan kendaraan bermotor di Kota Buaya setiap tahunnya meningkat dan hampir menyentuh angka 10 persen.

    “Kita kampanye kebersihan lingkungan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan seperti biosolar dan pertamax. Pertamax� kemungkinan mengurangi emisi,” ungkapnya.

    Pria berdarah batak ini menambahkan mereka akan melakukan perbaikan terhadap stasiun pemantauan udara yang ada. Dari lima stasiun pemantau, 3 diantaranya mengalami kerusakan. Begitupula dengan display pemantauan udara juga mengalami kerusakan seperti di Jalan Mayjend Sungkono dan Bundaran Waru di Jalan Ahmad Yani.

    “Kita punya anggaran Rp 3,5 miliar. Rp 2,5 miliar digunakan untuk perbaikan alat dan penambahan alat yang bisa mobile kemana-mana,” pungkasnya.(wln/bdh)

    Like

Leave a comment