Selamat jalan ito, tading maetek ma gellengmi

Kematian, kalau sudah tiba saatnya, kita tak kuasa menolaknya. Manusia hanya sebatas mempunyai keinginan, keputusan akhir ada pada Tuhan Pencipta. Itulah yang terjadi minggu lalu kepada salah satu ito kami, boru Silaban, di Surabaya. Saya menuliskan ini selain karena saya dan istri tak bisa hadir pada saat pemberangkatan almarhumah, tapi juga karena dua anak yang ditinggalkan menjadi yatim piatu.

Rabu pagi 12/10, saya terima sms dari dongan tubu, memberitahu, kalau ito tsb sedang kritis di rumah sakit. Dalam sms tak ada penjelasan penyakit apa. Karena saya masih di Bangkok, saya pikir saya tak perlu membalas sms itu, dan berharap, penyakit si ito tidak terlalu parah. Lagi pula toh saya tidak dapat membesuk hari itu. Selang sekitar jam 9 pagi, satu sms lagi muncul di hp saya yang memberi tahu, kalau si ito yang kritis itu sudah meninggal.

Saya kaget membaca sms dari dongan tubu, yang tidak tau kalau saya sedang di Bangkok. Lalu sms tersebut saya balas dengan penjelasan mohon maaf, bahwa saya sedang di Bangkok, jadi tidak bisa ikut membantu dongan tubu dalam proses kematian si ito. Istri saya juga sedang tugas luar kota di Sumenep, jadi tak bisa hadir. Saya hanya titip pesan kepada dongan tubu saya, supaya diatur apa yang perlu dilakukan oleh pihak hula-hula, Silaban.

Sejak lebih kurang 4 tahun lalu ito Ani, sendirian membesarkan kedua anak laki-lakinya, setelah lae, suaminya meninggal dalam usia yang relatif muda. Ketika itu anak sulungnya masih TK, dan si bungsu baru berumur sekitar dua tahunan. Suaminya meninggal setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Ternyata dokter mengatakan bahwa penyakitnya adalah kanker. Pemberitahuan itu diberikan kepada keluarga setelah pasien meninggal. Mungkin karena kurang intensif perawatan sebelumnya, identifikasi penyakit kanker tidak terdeteksi.

Kini, berselang sekitar 4 tahun kemudian, dokter mengatakan kalau penyakit ito juga adalah kanker. Dua tahun lalu, ito ini memang pernah menjalani operasi di bagian leher. Waktu itu operasi dilakukan untuk menghindari infeksi pita suara, dan operasinya dinyatakan baik. Setelah itu, saya nyaris tidak pernah mendengar penyakitnya lagi. Setahun terakhir, yang dikeluhkan adalah penyakit maag. Menurut saya, penyakit maag adalah penyakit kronis banyak orang, sebab selain diakibatkan kurang disiplin dalam mengatur makan, juga karena kondisi psikis dan fisik tubuh yang kurang terjaga. Jadi saya pikir tidak terlalu heran, kalau si ito mengidap penyakit maag.

Beberapa bulan terkakhir saya agak jarang ikut arisan, dan si ito pun demikian, ternyata ia jarang hadir mungkin dikarenakan penyakit maagnya itu. Terakhir saya ketemu sekitar akhir bulan Agustus lalu, ketika itu saya masih sempat mengantarkannya pulang dari acara pertemuan punguan Silaban. Setelah itu ternyata penyakit maagnya semakin meningkat. Tapi entah karena kurang intensif menjalani pemeriksaan, dia hanya mengeluhkan maag dan itu juga dinyatakan dokter. Sebelumnya tidak pernah ada informasi tentang penyakit kanker di tubuhnya. Sekitar dua minggu lalu, ia dibawa ke rumah sakit, karena kondisi yang semakin menurun. Beberapa hari di rumah sakit, dokter memvonnis, kalau penyakitnya adalah kanker, dan sudah pada stadium tak tertolong. Karena nyaris semua organ tubuh sudah ditulari kanker. Sekitar seminggu di rumah sakit, ia meninggal.

Kini tinggallah kedua anaknya yang masih kecil, sisulung, Michael, yang baru kelas 4 SD, dan adiknya. Michael menangis tak henti di depan jenazah mamanya.
“…..ma, bangun ma, bangun Ma…..”.
Begitu Michael meratapi jenazah ibunya. Para pelayat tak mampu menahan haru melihat Michael yang terus menangis. Ia tak mau makan, tak mau istirahat, tak mau dibujuk. Ia cuma mau menangis, dan mencoba “membangunkan” mamanya.
Cerita ratapan si Michael, saya rasanya tak kuasa mendengarnya. Saya memang tak menyaksikan Michael menangis, membayangkannya saja, saya sudah merinding.
Waktu papanya meninggal, Michael tidak menangis, waktu itu ia belum faham apa yang terjadi. Mamanya menjadi ayah dan ibu bagi Michael dan adiknya.
Kini, Michael dan adiknya yatim piatu, ditinggal kedua ibu bapanya. Terlalu berat buat anak seusia Michael menghadapi cobaan seperti ini.

Semoga Tuhan memberi perlindungan dan kekuatan bagi kedua anak ini.
Selamat jalan ito, tading maetek ma anakmi…

7 thoughts on “Selamat jalan ito, tading maetek ma gellengmi

  1. Tung malengleng ate ateku manjaha on.. amang tahe hansitnai … alai pos dorahangku tu Debata ndang pasombuon na dakdanaki gabe mampar alai gabe ingkon dakdanak nahasea do i…

    Like

  2. Doa sy kepada Mikael dan Adiknya “smoga Tuhan membesarkannya, melalui tangan orang2 yang penuh kasih, dan sy yakin kelak kedua anak ini akan menjadi anak yang berguna bagi masyarakat, ” Ai jonok do Tuhan i tuangka halak namaliali, Amin”

    Like

  3. Horas ito, salam kenal ate ito….
    Waduh, manetek ilukku manjaha on ito.
    Pittor huaithon tu roha molo tu iba namasai.
    Sai anggiatma dakdanak natininggalhon ni inantai, imbur2 magodang, jala gabe anak na hasea tu joloan ni ari. Tung pe dakdanaki gabe di urus ompungna, anggiat ma di lehon Tuhan hagogoon dohot ganjang ni umur tu ompungnai

    Like

  4. Atas permintaan keluarga, jenazah almarhumah dibawa ke bona pasogit, kedua anaknya ikut mengantarkan. Sekarang, kayaknya Michael dan adiknya tinggal sama ompungnya, yang sudah tua.
    Saya belum dengar beritanya lagi.

    Like

  5. Sai diramoti jala dipargogoi Tuhan i ma nasida.. Tarsingotna, gabe ise do mangarorot halaki ‘pung ?
    Adong do udakku songoni, ujungna dakdanaki, adong 3, dibagi ma sada2 tu akka tinodohonna..

    Like

  6. Semoga almarhumah diterima di sisi-NYA
    dan Tuhan Yang MahaKuasa memberikan perlindungan buat kedua anak.
    Salam.

    Like

  7. Aku tak kuat membayangkan perasaan anak-anak almarhumah ito br Silaban ini.

    Tuhan yang maha Kuasa, kuatkanlah hati anak-anak itu, lindungilah mereka, tunjukkanlah orang-orang yg berbaik hati utk merawat dan membesarkan mereka.

    Like

Leave a comment