Stress perkotaan semakin menghantui dan mengancam

Hidup di kota besar seperti Jakarta, dan Surabaya harus punya fighting spirit yang tinggi. Selain karena persaingan yang keras, juga oleh tingginya tekanan hidup perkotaan.  Tak heran banyak orang yang mengalami sindroma stress perkotaan, karena kemacetan, tak memadainya fasilitas perkotaan, polusi udara dan sebagainya. Belum lagi yang sekarang sering dihadapi kota yaitu banjir. Hidup di kota bagaikan dihimpit seribu satu persoalan. DK. Halim mencoba mengurai penyebab stress perkotaan dalam bukunya berjudul “Psikologi Lingkungan Perkotaan”.

Kota-kota di negara berkembang (miskin) termasuk Indonesia, tumbuh secara sporadis, nyaris tanpa perencanaan yang baik. Kota tumbuh apa adanya, dari sebuah kampung kecil menjadi kampung besar. Yang bertumbuh dan berkembang terutama hanya dari aspek fisik. Kualitas manusia yang hidup di kota, bukannya bertumbuh, malahan kebanyakan menurun. Banyak orang yang tadinya hanya berjalan kaki, sekarang sudah punya sepeda motor bahkan punya mobil. Tapi itu belum tentu cerminan peningkatan kualitas hidup.

Kualitas hidup orang kota tentulah diukur dari beberapa parameter. Salah satunya adalah, apakah orang bisa merasa aman dan sejahtera. Apakah kehidupan spiritualnya merasa tenang hidup di kota. Kalau yang terjadi adalah orang merasa stres di jalan, stres di pekerjaan, dan kemudian ada stress di lingkungan tempat tinggal, meski uang banyak, itu berarti belum tenang secara spiritual. Kualitas hidupnya justru merosot.

Tuntutan produktivitas yang tinggi mengharuskan orang bekerja ekstra keras agar bisa mencapai prestasi yang lebih tinggi. Lingkungan pekerjaan yang sangat kompetitif demikian seringkali menempatkan orang pada stress dan tekanan yang tinggi. Tidak disadari stress pekerjaan lama-kelamaan menumpuk secara kumulatif. Stress pekerjaan di perkotaan, agaknya sulit dihilangkan. Selain itu masih ada stress di jalan dan di lingkungan tempat tinggal yang tidak kecil pengaruhnya.

Stress perkotaan dicoba diuraikan oleh DK Halim dalam buku Psikologi Lingkungan Perkotaan. DK Halim, seorang arsitek yang kemudian mendalami ilmu psikologi, melihat bahwa stress perkotaan tidak hanya disebabkan oleh kondisi personal seseorang tetapi juga karena kondisi dan fasilitas kota yang tidak bersahabat. Umumnya kota-kota di Indonesia tidak dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memberi kenyamanan psikologis perkotaan bagi warga kota. Bahkan sangat jarang (mungkin tidak ada) kota yang dirancang dengan mempertimbangkan faktor psikologis warga kota.

Padahal sebagai manusia, warga kota membutuhkan pemenuhan kebutuhan psikologis yang tersedia dalam sarana dan prasarana kota. Tengoklah sistem dan design fasilitas lalulintas perkotaan. Nampaknya faktor psikologi warga kota luput dari pertimbangan design dan operasionalisasi sarana dan prasarana lalu lintas. Kemacetan lalu lintas ditengarai sebagai salah satu penyebab stress perkotaan. Adakah fasilitas yang “by design” bisa mengurangi stress perkotaan pada sistem lalu lintas ?.

Berbagai faktor penyebab stress perkotaan diuraikan oleh DK Halim. Selain aspek lalu lintas, faktor lain yang dicermati adalah perumahan kota, fasilitas bagi warga senior kota (lansia), polusi udara, dan tentu saja tata ruang dan landsekap kota. Sebagai psikolog, uraian DK Halim, dalam buku itu membuka mata kita bahwa “rancangan teknis” tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan psikologi warga kota.

Sayangnya Psikologi Lingkungan Perkotaan belum menjelaskan, cara penyelesaian stress perkotaan. Buku ini tidak menguraikan bagaimana menyelesaikan permasalahan kota dari sudut pandang psikologi perkotaan.  Penyebab diuraikan secara panjang lebar, how to solve the problems, belum ada disana.

4 thoughts on “Stress perkotaan semakin menghantui dan mengancam

  1. Terima Kasih ulasannya untuk buku saya pak Togar . Jika berminat dengan buku saya yang baru (diterbitkan oleh Penerbit Jerman) dan merupakan hasil riset post-doctoral saya silahkan cek alamat dibawah: (dan bisa didapat juga di amazon.com, barnes & noble, dan libri)

    https://www.morebooks.de/store/gb/book/human-perception-on-green-psychology-in-public-spaces/isbn/978-3-8443-1356-7

    Di buku itu saya laporkan hasil observasi saya terhadap orang-orang Perancis di 7 kota (baik orang-orang Selatan & Utara Perancis) yang memanfaatkan RUANG PUBLIK untuk stress relieve.

    Semoga bisa melengkapi harapan bapak…

    Salam,
    DK Halim

    Like

    • Terimakasih Pak Halim, saya merasa tersanjung karena bpk memberi komentar di blog ini. Menurut saya penataan kota di banyak tempat, kurang memberi ruang bagi aspek manusia terutama aspek psikologi manusia. Selama ini pembangunan kota lebih terfokus pada soal-soal engineering. Buku bapak memberi dimensi lain tentang pembangunan kota. Sukses untuk pak Halim. Trimakasih.

      Like

  2. dear
    bpk Togar Silaban

    Melihat artikel yang bpk tulis rasanya jadi tertarik untuk mengetahui pandangan bpk mengenai topik stress di kota besar seperti jakarta. ketertarikan itu dilandaskan pada salah satu tujuan saya yakni saat ini saya beserta pimpinan saya sedang melakukan riset untuk penerbitan buku pencegahan stress dengan teknit yang kami namakan SET “Simple Empowerment Technic”yakni sebuah teknik penyembuhan stress yang tidak menggunakan media obat serta sudah sering diberikan dalam training-training yang kita berika kepada para klien AIDA.
    Sebelumnya saya perkenalkan diri

    Nama : Reza Kusuma Putra S.Psi
    Office : AIDA Consultant Menara Hijau Lt 7 Jln MT Haryono Kav 33 Jakrta 12770 telpn (021) 7919 2523 http://www.aidaconsultant.com

    bisakah bapak memberikan pandangan mengenai hal stress di kota-kota besar?
    apakah bapak punya data-data mengenai stress di kota-kota besar?

    regard

    Reza Kusuma Putra S.Psi

    Like

  3. Saya sangat setuju dengan artikel di atas..
    Saya sendiri adalah warga pendatang yang mengalami stress itu secara langsung terutama dari aspek kemacetan lalu lintas dan kondisi cuaca yang tidak menentu, khususnya akhir-akhir ini…
    Bukanlah sesuatu hal yang mengherankan di saat matahari masih bersinar terik, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya…
    Tugas-tugas kuliah yang banyak, tingkat persaingan yang semakin tinggi juga merupakan sumber stress terutama bagi kalangan mahasiswa perantau seperti saya…
    Untuk mereduksi tingkat stress tersebut, saya sangat membutuhkan sarana rekreasi berbasis keindahan alam, suasana yang nyaman dan tenang, yang nyaris tidak dapat saya temukan di kota ini…
    Sehingga, mal adalah tempat tujuan para mahasiswa untuk menghilangkan stress…
    apakah benar dapat menghilangkan stress??
    Hmmm…tidak jarang aktivitas ke mal malah menambah pusing karna begitu banyak barang bagus, namun ga sanggup membeli…
    stress deh…he..he
    harapan ke depannya sih, saya ingin di SBY itu ada daerah rekreasi untuk sekedar menghilangkan stress dan kepenatan yang dihasilkan oleh kesibukan hidup di perkotaan…
    Optimalisasi daerah Kenjeran sebagai daerah wisata saya rasa juga bisa menjadi salah satu alternatif bagus..

    Like

Leave a comment