Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, di acara seleksi calon Menteri

Sepanjang hari Sabtu dan Minggu 18 Oktober 2009, mata para politikus dan mungkin banyak orang Indonesia tertuju ke Cikeas, rumah pribadi Presiden SBY. Hari itu dihelat acara “seleksi” para calon menteri kabinet 2009-2014. Masyarakat berharap para menteri baru itu bisa menggenapi janji-janji SBY waktu kampanye lalu. Tapi apa hubungannya seleksi calon menteri dengan pepatah lama Guru kencing berdiri, murid kencing berlari ??.

Seingat saya pepatah  “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, diartikan bila guru atau pemimpin melakukan kesalahan satu kali, maka muridnya, atau anggotanya akan melakukan kesalahan berkali-kali. Pepatah ini ditujukan untuk hal-hal yang berkonotasi negatif bagi seorang pemimpin. Bila pemimpin melakukan hal yang negatif, maka rakyatnya akan lebih parah lagi. Ibarat bola salju yang menggelinding dari puncak bukit, semakin jauh menggelinding, akan semakin merusak. Itulah sebabnya, pemimpin diharapkan memberikan teladan yang baik, agar para pengikutnya dan masyarakatnya meneladani hal yang baik juga. (Ini pepatah lama, dimana dulu tidak ada urinoir, jadi kencing berdiri adalah tabu).

Seleksi” calon menteri di Cikeas, diliput banyak media. Sejumlah stasiun TV bahkan menyiarkan secara “live” kedatangan calon menteri dan beberapa pernyataan calon menteri. Dari tayangan TV itulah sebagian orang membayangkan seperti apa kondisi rumah pribadi Presiden SBY. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa bentuk dan besarnya rumah pribadi SBY yang di Cikeas.

Salah satu yang tertangkap mata saya adalah halaman teras rumah SBY di Cikeas. Dari pintu pemeriksaan (dengan metal detektor) sampai ke teras tempat kursi teras, jaraknya mungkin sekitar 15 – 18 meter, ditempatkan setidaknya 2 sampai 3 peralatan pendingin udara (AC).  Perangkat AC yang digunakan adalah perangkat yang bisa dipindah-pindah. Untuk setiap unit AC seperti itu memerlukan daya listrik antara 10.000 watt sampai 13.000 watt. Perangkat AC itu jelas terlihat ketika calon menteri memberi pernyataan kepada wartawan  sehabis mengikuti “seleksi“.

Yang membuat saya menjadi agak terganggu adalah bahwa perangkat AC itu ditempatkan di luar ruangan, yang terhubung dengan udara bebas. Meletakkan AC diluar ruangan tentulah sangat memboroskan listrik, selain itu penggunaan alat itu tidak bermanfaat. Mana mungkin udara luar bisa didinginkan dengan AC sebesar apapun. Udara dingin yang keluar dari AC akan langsung diterpa udara panas disekitarnya. Paling-paling udara dingin yang dikeluarkan alat itu hanya seperti hembusan sesaat, sesudah itu tidak akan terasa apapun.

Orang yang lewat di depan AC hanya akan merasakan hembusan angin yang agak dingin selama 2-3 detik. Lalu kenapa harus pakai AC seperti itu di tempat terbuka. Orang-orang yang lalu lalang di teras toh sudah dilindungi oleh atap “pendopo”, sehingga tidak kena sinar matahari langsung. Jarak yang hanya kurang dari 20 meter itu, tidak akan membuat orang dan calon menteri basah berkeringat.

Itulah sebabnya pemasangan AC itu sebagai pemborosan yang tidak perlu. Pemborosan yang dilakukan kawasan Puri Cikeas, seperti guru kencing berdiri. Dikuatirkan nantinya para pengikutnya dan masyarakat menjadi kencing berlari melihat Cikeas kencing berdiri.   Masyarakat tidak hanya sekedar mencontoh hal-hal yang baik, hal-hal yang buruk juga biasanya cepat dicontoh, dan malahan dengan kondisi yang lebih buruk, yaitu murid kencing berlari, atau bahkan muridnya akan kencing ngebut.

Cikeas tentu tidak bisa hanya sekedar mengatakan “See the songs, but not the singers”, “Ikutilah omongannya, bukan melihat siapa yang ngomong”.  Masyarakat akan melihat teladan dan perbuatan dari pemimpin, bukan hanya sekedar mendengar kata-katanya. Orang akan mudah mengatakan: “Lha wong pemimpinnya aja tidak peduli pemborosan energi, tidak peduli pemanasan global, apalagi saya orang biasa”. Mestinya Guru tidak kencing berdiri, supaya murid tidak kencing berlari.

Leave a comment