Sampai kapanpun Jakarta tak akan bebas banjir

Sampai tahun baru kodok pun, Jakarta tak mungkin bebas dari banjir!. Lho, kenapa begitu ???. Ya itulah kesimpulan saya dari seminar kelayakan ekologis Jakarta sebagai ibukota negara akhir Nopember lalu. Dalam waktu belakangan ini muncul wacana untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke tempat lainnya. Banjir Jakarta menjadi salah satu alasan pembahasan perpindahan ibukota. 

Jakarta terperangkap dalam kondisi yang sangat buruk terutama dalam mengatasi banjir. Menurut  DR. Armi Susandi dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), setidaknya ada 3 faktor yang menjadikan Jakarta sulit bebas dari banjir. Faktor pertama adalah letak geografis  Jakarta sebagai bagian hilir dan muara dari kawasan Puncak, Depok, Bogor dan Jakarta sendiri.

Keberadaan Gunung Salak dan Gunung Pangrango menghambat awan yang membawa uap air dari laut, kemudian turun berupa hujan di kawasan Bogor dan sekitarnya. (Itu sebabnya Bogor disebut sebagai kota hujan). Tidak kurang dari 10, 5 milyar meter kubik air hujan yang turun di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Sebagian besar air hujan yang turun sekarang menjadi air permukaan yang pada akhirnya dikirim ke Jakarta.

Dari tahun ke tahun jumlah air hujan yang jadi air permukaan (sungai) semakin besar, karena tutupan lahan di sekitar Puncak dan Bogor berubah. Kawasan yang tadinya meresapkan air, kini dengan pembangunan dan perkembangan tidak lagi bisa meresapkan air. Maka air yang jatuh sebagian besar menjadi luapan ke sungai. Setidaknya ada 13 sungai yang bermuara di teluk Jakarta.

Faktor kedua adalah pembangunan Jakarta yang teramat serakah. Dari tahun-ke tahun kawasan resapan air di Jakarta secara drastis berkurang. Nyaris tidak ada lagi ruang untuk air meresap kedalam tanah. Hal ini diakibatkan oleh padatnya pembangunan Jakarta. Ruang terbuka yang semula berupa sawah atau taman semakin lama semakin kecil digantikan dengan bangunan yang menutup resapan air.

Temperatur Jakarta yang panas selalu menarik awan dari laut yang membawa uap air. Akibatnya curah hujan di Jakarta selalu tinggi. Curah hujan itu nyaris tidak ada lagi yang meresap kedalam tanah, semua menjadi aliran air yang masuk ke saluran dan sungai. Dan akhirnya menjadi banjir.

Faktor ketiga adalah kenaikan muka air laut akibat pemanasan global. Kenaikan muka air laut (rob) dari waktu ke waktu semakin tinggi. Berbagai laporan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan mencairnya gunung es di kutub. Akibatnya muka air laut akan naik, dan sebagian pulau-pulai kecil akan hilang dan tenggelam. Kota-kota di pesisir seperti Jakarta  akan mengalami rob yang semakin tinggi.

DR. Armi Susandi membuat simulasi model yang menggambarkan luas kota Jakarta yang akan tergenang akibat kenaikan muka air laut. DR. Susandi bahkan meyakini bahwa model yang ia buat 95 persen akurat.  Di tahun 2035, akibat rob akan menjadikan Bandara Cengkareng akan tergenang, dan tidak dapat digunakan lagi kecuali untuk pesawat amfibi. Ketiga faktor yang dikemukakan DR. Amir Susandi bukanlah wacana, itu adalah fakta yang saat ini sedang dihadapi Jakarta.

Saya beranggapan masih ada satu lagi faktor yang menyebabkan banjir Jakarta semakin sulit dihindari. Faktor keempat adalah limbah kota Jakarta yang berupa limbah rumah tangga maupun limbah industri. Air limbah rumah tangga sebagian besar masih dialirkan ke sungai. Limbah itu kemudian menjadi endapan sedimen yang menutupi saluran dan sungai. Penduduk Jakarta yang lebih dari 12 juta jiwa setiap hari menambah endapan sedimen sungai. Diperkirakan setiap orang menimbun sedimen sekitar 100 – 200 gram sedimen sehari. Dalam setahun 12.000.000 orang penduduk Jakarta akan menambah beban sedimen sejumlah kurang lebih 6,5 juta ton sedimen yang masuk ke sungai-sungai Jakarta.

Selain limbah rumah tangga, tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak warga Jakarta yang menjadikan sungai dan saluran sebagai tempat pembuangan sampah. Jumlah sampah yang menyumbat saluran dan sungai masih sangat tinggi, hal ini bisa dilihat terutama pada saat musim hujan.

Keempat faktor itulah yang membuat saya pesimis bahwa banjir Jakarta akan bisa diselesaikan. Siapa pun Gubernur Jakarta, ia tak akan mampu berbuat banyak untuk mengatasi banjir Jakarta. Dalam waktu 20 tahun lagi banjir Jakarta akan semakin rumit dan semakin tidak mungkin diselesaikan. Tingkat persoalannya semakin kompleks dan semakin mahal.

Anda yang jadi warga Jakarta, harus siap-siap beradaptasi dengan banjir Jakarta. Mungkin sebaiknya anda memiliki perahu karet yang stand-by dan siap dipakai ketika Jakarta kebanjiran.

Lha trus gimana lagi ya ????.

One thought on “Sampai kapanpun Jakarta tak akan bebas banjir

Leave a comment