Merencanakan keterlambatan jadwal penerbangan

Gambar dari Google

Saya masih ingat beberapa tahun lalu jadwal pesawat terbang pada umumnya dibuat pada jam-jam yang mudah diingat. Karena saya sering terbang Surabaya-Jakarta dan sebaliknya, saya ingat betul bahwa pesawat Garuda dari Surabaya berangkat pada hampir setiap jam, mulai jam 06.00, lalu kemudian jam 07.00, dan seterusnya. Pemilihan jadwalnya pada tepat jam 6 pagi, dan selalu setiap jam yang bulat, artinya tidak pada jam tertentu lewat beberapa menit. Tapi sekarang, hampir semua perusahaan penerbangan menyusun jadwal yang susah diingat, misalnya jam 06.25, atau jam 16.35. Jadi calon penumpang jadi lebih sulit untuk mengingat.

Ada kemungkinan, perusahaan penerbangan dengan sengaja mengubah jadwal penerbangannya menjadi jadwal yang sulit diingat, sehingga kalau ada keterlambatan terbang, penumpang akan lebih dulu menghitung, berapa lama keterlambatannya. Secara psikologis, menghitung keterlambatan terbang, sekarang rasanya menjadi lebih sulit dibandingkan beberapa tahun lalu. Jadi misalnya kalau jadwal terbang pesawat anda jam 10.05, dan kenyataannya, anda baru terbang pada jam 10.56, anda tidak terlalu memikirkan keterlambatan, karena harus menghitung luar kepala secara matematika dulu. Bandingkan dengan beberapa tahun lalu, jadwal terbang anda jam 10.00, dan ternyata anda baru terbang jam 10.47, maka dengan mudah anda akan berhitung luar kepala dan bilang, pesawat terlambat 47 menit.

Secara psikologis, sekarang keterlambatan harus dihitung secara matematika, yang biasanya dirasakan agak sulit, dan orang agak malas melakukannya.  Pada umumnya orang merasa lebih sulit berhitung di luar kepala, karena sudah terbiasa menggunakan kalkulator dan komputer. Jadi orang menjadi lebih malas menghitung keterlambatan terbang, karena harus berhitung dengan matematika dulu. Sehingga penumpang “lebih toleran” terhadap keterlambatan yang terjadi. Kondisi inilah yang mungkin dicermati oleh perusahaan penerbangan, sehingga hampir semua perusahaan penerbangan saat ini menyusun jadwal yang “agak acak”.

Kalau benar perusahaan penerbangan merencanakan jadwal penerbangan “secara acak” , sebenarnya secara sadar dan sistematis, mereka menjadikan staf dan manajemennya membiasakan atau “menginternalisasikan” keterlambatan. Dan ini adalah gambaran buruk manajemen perusahaan penerbangan. Anda setuju dengan pendapat diatas??

One thought on “ Merencanakan keterlambatan jadwal penerbangan

  1. Pak Togar,

    Saya kurang setuju dg apriori Bapak, walaupun secara fakta adalah benar banyak penerbangan yg terlambat.
    Menurut saya, jadwal penerbangan dg waktu yg ganjil itu adalah didasarkan sepenuhnya pada alasan perkembangan teknis operasional. Setidaknya saya menduga ada 2 alasan utama:

    1. Meninhkatnya Jumlah penerbangan (airport movement) yg luar biasa tambah banyak, menyebabkan Bandara hrs mendistribusikan schedule pesawat, agar keterbatasan kemampuan handling movement dpt sepenuhnya di-slot waktu yang berimbang/dalam kendali Menara.

    2 Dikarenakan kondisi persaingan bisnis yg semakin ketat dg kedatangan Low Cost air carrier Services, maka maskapai harus meningkatkan efisiensi operasional pesawatnya. Efektifitas pesawat harus dibuat semakin tinggi krn orang membayar jasa pesawat hanya pada saat pesawat di udara. Tidak akan memperoleh Pendapatan jk pesawat sdg berhenti, shg airline hrs memimalisasi waktunya di ground time, apalagi hrs idle hanya utuk menunggu jadwal terbang di waktu “bulat”. Perencana jadwal penerbang akan bargening dg operator bandara, agar ground service bisa ditingkatkan sependek mungkin guna segera memperoleh slot time table terbang lagi. Bagi pesawat yg sdh dialokasikan slot waktu terbangnya tp tdk bisa ditepati, maka operator Bandara tdk akan dengan mudah menggeser urutannya begitu saja segera sesuai maunya kesiapan pesawat yg sdh terlambat tadi, shg pesawat yg terlambat tadi akan dipenalti menunggu giliran “slot kosong”, tdk boleh ambil jadwal pesawat yg tetap on time.

    Atas alasan tsb diatas, mk barang pesawat yg terlambat, akhirnya akan terkumulasi keterlambatannya semakin panjang, namun sp AirAsia yg bisa memperbaiki diri, dia bis terbang on time dg groung time terpendek.

    Coba amati lagi.

    Wiboo Gunawan
    Pengamat Yg sdh belasan tahun menghabiskan lebih dari 100 tiket penerbangan per tahun.

    Like

Leave a comment