Tersesat dengan Ujian Nasional

Medan okt 2012 046Hari ini merupakan hari kedua pelaksanaan Ujian Nasional (UN) bagi siswa SMU dan yang sederajat di seluruh Indonesia. Peristiwa ini dianggap sangat penting oleh para peserta didik (istilah siswa sekarang) sekolah menengah, dan membawa ketegangan baru bagi orang tua dari para siswa yang ikut UN. Kalau diperhatikan pemberitaan media, di sana-sini, orang tua, guru, siswa, sekolah dan instansi pendidikan lainnya sibuk mempersiapkan pelaksanaan ujian. Yang memprihatinkan, sedemikian krusialnya persoalan UN, sehingga instansi kepolisian harus dilibatkan dalam pengamanan pelaksanaan UN.

Persoalan pelaksanaan UN  cukup merepotkan, mulai dari penyiapan bank soal, pendistribusian soal ke sekolah-sekolah, pengamanan soal oleh kepolisian, pengawasan, kecurangan sampai evaluasi kelulusan siswa. Bertahun-tahun persoalan serupa terulang, seolah masalah tak pernah bisa diselesaikan. Secara pribadi, sekarang ini saya tak terkait langsung dengan UN yang kerap bikin pusing ini. Anak saya sudah melewati UN dengan landai-landai saja, tak ada masalah yang perlu dirisaukan. Tapi saya prihatin membaca dan melihat pemberitaan media yang mempertontonkan kebingungan siswa ketika akan menghadapi UN.

Beberapa hari lalu diberitakan di televisi adanya acara khusus untuk menghadapi UN, oleh sebuah sekolah. Sekolah mengadakan doa bersama, lalu para siswa yang akan menghadapi UN dibekali dengan ceramah agama yang konon untuk memperkuat mental siswa. Siswa kemudian melakukan “sungkem” kepada guru, dengan harapan agar siswa mendapatkan berkah ketika mengerjakan soal-soal UN. Sedemikian hebohnya acara khusus tersebut sampai ada siswa yang pingsan, mungkin saja siswa tersebut merasakan ketegangan yang tinggi mengikuti acara dan akan menghadapi UN, sehingga jatuh pingsan.

Saya jadi tak habis pikir, mengapa UN terlihat seolah menjadi momok bagi siswa, bahkan bagi guru dan sekolah, sampai-sampai mengadakan acara khusus persiapan menghadapi UN. Menurut saya, karena UN dilakukan secara nasional, berarti tingkat kesulitan soalnya, tentulah dibuat rata-rata untuk seluruh Indonesia. Saya pikir, tidak mungkin soal-soal UN dibuat sedemikian  sulit bagi siswa. Tidak mungkin juga soal-soal UN dibuat dari materi diluar kurikulum setingkat SMU.  Soal-soal UN, tentulah disiapkan dari materi pelajaran yang diberlakukan di Indonesia.

Masalahnya, kenapa siswa, dan guru seolah jadi panik. Sesulit apapun materi pelajaran sekolah, kalau siswa dan guru mempersiapkan dengan baik, saya pikir Ujian Nasional tidak akan menjadi persoalan. Artinya, persiapan menghadapi UN tentulah harus dijadwalkan sejak jauh-jauh hari. Siswa dan guru sudah tau bahwa di akhir tahun ajaran akan ada ujian nasional, jadi semestinya sistim pembelajaran sudah harus disiapkan sejak awal tahun. Sehingga baik siswa maupun guru, sudah siap ketika saatnya akan pelaksanaan UN. Guru tentunya sudah tau bahwa proses belajar tidak bisa instan. Tidak mungkin seorang siswa hanya belajar selama sebulan untuk menghadapi UN. Persiapan harus dilakukan secara sistematis setidaknya selama setahun.

Kalau siswa sudah disiapkan sejak awal tahun, dilatih untuk memahami persoalan pelajaran soal secara teratur, tentu tidak ada yang perlu dikuatirkan. Semestinya menjelang UN tak perlu ada acara-acara ritual yang mempersiapkan mental siswa. Acara-acara ritual hanya akan menambah ketegangan yang menjadi beban bagi siswa. Kalau diperhatikan apa yang terjadi dengan siswa dan guru ketika menjelang UN, sepertinya sudah terjadi salah kaprah yang tidak keruan. Sekolah, guru, siswa dan orang tua tersesat dalam menjalani pelaksanaan UN. Sistem pendidikan terperosok kedalam persoalan yang mestinya tak perlu ada. Kenapa bisa jadi begini? Bagaimana keluar dari kondisi yang buruk ini??

Leave a comment