Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon

Dalam kultur masyarakat Batak, pencapaian manusia terdiri dari 3 tingkatan 3H, yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (kebahagiaan, sebenarnya terjemahan hagabeon menjadi kebahagiaan adalah kurang pas) dan hasangapon (kehormatan, agak kurang pas juga kalau hasangapon diterjemahkan sebagai kehormatan). Bagi manusia Batak, pencapaian 3 H merupakan ukuran keberhasilan pencapaian dan kesuksesan seseorang.

Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai 3H tersebut, bekerja keras menuntut ilmu agar bisa mamora (kaya). Maka manusia Batak menjadi petarung, berjuang keras untuk mencapai hamoraon, dan menjadi kaya secara finansial dan material. Manusia Batak tidak akan segan-segan mangaranto, pergi meninggalkan kampung halaman untuk mencari kekayaan material. Berjuang dengan segala usaha dan modal di pangarantoan, perantauan, untuk bisa mendapatkan kekayaan. Kalau perlu merantau ke seluruh penjuru dunia.

Ukuran umum hagabeon dalam bangso Batak adalah bila mempunyai keturunan baoa (laki) dan boru (perempuan) yang juga kemudian mempunyai keturunan lagi. Jadi bila seseorang dalam hidupnya sudah mempunyai cucu dari anak laki-laki, cucu dari anak perempuan, serta semua anaknya baik laki dan perempuan sudah berumah tangga dan mempunyai keturunan, maka ia disebut gabe. Hagabeon nya menjadi sempurna ketika masih hidup ia masih bisa melihat cicit (apalagi kalau dari cucu perempuan dan cucu laki-laki). Itulah puncak sempurna hagabeon manusia Batak.

Adapun hasangapon, agak sulit mencari padanan katanya dalam Bahasa Indonesia. Secara harafiah, sangap bisa diartikan sebagai terpuji, atau tauladan, terhormat, nyaris tanpa cela. Seseorang yang dianggap sangap,berarti ia menjadi pribadi sempurna, manusia yang mencapai status tinggi dalam kehidupan, dan tidak ada cemoohan dari orang lain. Biasanya seseorang menjadi sangap, bila dalam tingkat tertentu ia juga mempunyai hamoraon dan mempunyai hagabeon. Karena itu , sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan seseorang sudah mencapai hasangapon sekarang ini.

Filosofi 3 H tersebut sebenarnya sah-sah saja, dan sepanjang itu digunakan secara positif. Seseorang berusaha dalam hidupnya untuk mencapai 3H secara utuh dan tanpa cacat. Tapi bila hal itu dilakukan dengan cara-cara yang kurang terpuji, maka masyarakat tentu akan menilai apa sesungguhnya yang bisa dicapai dalam 3 H. Dan sesungguhnya ia tidak mencapai hasangapon.

Prinsip 3 H ini kurang lebih mempunyai persamaan dengan Teori Kebutuhan dari Maslow. Menurut Maslow pencapaian tertinggi seseorang dalam memenuhi kebutuhannya ketika ia bisa mencapai jati diri yang “self esteem”, bijaksana dan welas asih, penuh kasih sayang. Barangkali tingkatannya sejajar dengan hasangapon.

Apa itu betul ??

6 thoughts on “Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon

  1. Sekedar berbagi pendapat :
    1. Fasafah hidup batak : Manat Mardongan Tubu, Elek marboru, Somba marhula-hula (MES), dari dalihan natolu ini diyakini akan menghasilkan tujuan hibup yg dicita-citakan
    2. Cita-cita atau tujuan hidup batak : Hagabeon, Hamoraon, Hasangapon (3H)
    Munculnya produk budaya Dalihan na tolu oleh Oputta sijolo-jolo tubu ini sangat erat kaitannya dg struktur komunitas saat itu sebagai konsep berpikir setiap orang supaya jalannya roda kehidupan dapat berjalan langgeng, dan mmg dpt diterima akal, alangkah tidak masuk akal bila namarhahamaranggi berkelahi, atau boru kpd hula-hula berantem, dan sebaliknya, dapat kita katakan Opputta sijolo-jolo tubu telah memikirkan bagaimana mengikat kehidupan persaudaraan ketika itu menjadi harmonis, hampir sama dg Pancasila di Indonesia yg diproduksi oleh pendiri bangsa kita, dg harapan kehidupan harmonis dalam komunitas akan menghasilkan cita-cita atau tujuan hidup yakni Hagabeon, Hamoraon dan Hasangapon, karena ketiga cita-cita hidup itu dinyatakan dalam komunitas itu sendiri.
    3. Hagabeon adalah Maranak dohot Marboru, diluar itu tidak disebut gabe, bila ada seseorang maranak tidak marboru, atau marboru tidak maranak, atau sama sekali tidak punya keturunan, maka disebut tidak Gabe, hal itu harga mati ditinjau dari Definisi Hagabeon itu sendiri, jadi bukan pernyataan pribadi, dan andai ada seseorang menyimpang dari Hagabeon maka itu disebut nasib ni Sibaran.
    4. Hamoraon adalah kekayaan harta material, namun ada orang mengatakan Anakkon hi do hamoraon di ahu, bila kita lakukan pendekatan terhadap definisi maka hal itu menyimpang, sy pikir andai ada seseorang mengatakan hal seperti itu tidak perlu disalahkan, hal itu hanya sekedar kiasan penyemangat diri sendiri ketika ada ganjalan tertentu yg dihadapi, pendapat ini sekedar uraian hubungan definisi vs pernyataan.
    5. Hasangapon, tingkat kehormatan seseorang dalam suatu komunitas yg bersumber dari Kharisma, Perilaku, Hagabeon dan Hamoraon itu sendiri, termasuk jabatan dll
    6. Bila kita melakukan pendekatan Ilmiah lewat definisi Missi, Visi, untuk memaknai MES Vs 3H, saya lebih cederung berpikir pd tingkat kesulitan pencapaian adalah 3H, MES masih dapat kita lakukan secara otomatis di dalam komunitas itu sendiri, sedangkan 3H tidak dapat capai secara otomatis, oleh karena itu 3H adalah Missi sedangkan MES adalah Visi, namun sebaliknya tanpa MES tidak akan tercapai 3H sesuai konsep berpikir kebudayaan batak, dari sisi ini maka MES adalah Missi dan 3H adalah visi.
    Ini hanya sekedar PENDAPAT, Mauliate. Horas.

    Like

  2. Horas ma tutu, naeng manungkun do amang, di dia urutan na toho HAMORAON, HAGABEON, HASANGAPON manang HAGABEON,HAMORAON, HASANGAPON, molo boi mambaen masukan (manurut ahu do on) HAGABEON = berhasil jala gabe naniula aha pe nai, pegawai,pangula dohot karejo nalain dope artina gabe manang hasea (sukses), HAMORAON = KEKAYAAN manang adong artana godang, molo hasangapon memang terkahir do diurutan 3 H, logikana : ingkon jolo gabe (hagabeon) ma nian barupe boi mamora (hamoraon) alana dang mungkin mamora ianggo so karejo manang na diulahon dang gabe/hasea. Jadi molo menurut ahu urutan na pas HAGABEON,HAMORAON,HASANGAPON. sahali nai menurut ahu do amang, molo adong masukan manang pandapot sian angka na lobi mangantusi, denggan mai. Mauliate. Horas

    Like

  3. Wah, disana diuraikan secara filosofis tentang hasangapon. Saya kan cuma melihat dari “kacamata kuda”. Tulisan Monang Naipospos itu bagus, yang lebih bagus tentang isinya, tentang filosofi Batak.

    Mauliate lae Meha.

    Like

  4. Trimakasih lae Meha, sejujurnya saya lupa apa itu Malthus atau Maslow, sekarang saya ingat bahwa teori kebutuhan iu milik Maslow. (Maklumlah gak pernah serius baca bukunya Maslow). Sekalian sudah saya koreksi.

    Ya, urutan antara hagabeon dan hamoraon, memang bisa bersama-sama dicapai, bisa juga hagabeon dulu, karena untuk mencapai hamoraon, sepertinya tidak mudah juga.

    Yang saya agak tanda tanya adalah hasangapon. Banyak orang bisa mengklaim sudah gabe atau mamora. Kalau ada orang mengklaim sebagai “Nasangap”, boleh jadi nanti dibilang takabur. Sebab menurut saya, pencapaian hasangapon dinilai oleh pihak lain. Di jaman sekarang, kelihatannya tidak mudah menemukan orang yang masuk kategori nasangap.

    Like

  5. Jika 3H tersebut di atas adalah suatu tingkatan pencapaian, dan dihubungkan dengan prinsip “Anakhon hi do hamoraon di ahu”, maka urutannya adalah: Hagabeon, Hamoraon, dan Hasangapon.

    Bila seseorang sudah gabe (maranak marboru), sekalipun tidak berhasil menyekolahkan anak setinggi mungkin walau sudah bersusahpayah, hal itu tidaklah mengurangi kebahagiaan keluarga. Jika usaha gigih diikuti perbaikan ekonomi sehingga anak-anak bisa menempuh pendidikan dan berhasil, maka lengkaplah Hamoraon itu. Dan, bila dalam kehidupan sehari-hari seisi rumah menghormati dan dihormati orang lain, suka menolong, serta bermoral, itulah Hasangapon (kehormatan)

    Baik itu merupakan tingkatan pencapaian, ataupun berupa tindakan yang sejalan, orang batak telah merumuskannya dalam uhum dan adat yang jelas, agar segala tindakan dalam mencapai hirearki kebutuhan seperti yang diuraikan oleh Maslow, tidak tercela (ndang tarurak), tetapi dengan cara yang terhormat (Sangap).

    Bagaimana dengan kenyataan belakangan ini?

    Like

Leave a comment