Mangain anak (marga) Silaban

Untk kedua kalinya, kami, Silaban di Surabaya “mangain” anak. Yaitu mengesahkan seseorang yang semula bukan kelahiran Batak menjadi seseorang yang diberi marga Silaban. Sejak acara “pemberian” marga itu, secara adat, orang tersebut menjadi bagian dan anggota dari keluarga besar Silaban.

Mangain yang pertama kami lakukan di Surabaya, sekitar tahun 2007. Ketika itu seorang pria kelahiran Amerika, akan menikahi seorang boru Batak bermarga Simanjuntak. Keluarga pengantin perempuan ingin melaksanakan pernikahan itu dalam suatu proses “adat lengkap”. Agar proses adat bisa berlangsung, si pria harus terlebih dahulu “diresmikan” menjadi pria bermarga Batak.

Pihak keluarga pada waktu itu memilih salah satu “amangborunya yang bermarga Silaban. Si pria Amerika yang bernama Michael tersebut, kemudian menjalani proses “mangain” menjadi marga Silaban. Didalam undangan pernikahannya, resmilah dia menjadi bernama Michael Silaban. Maka jadilah kami keluarga besar Silaban Surabaya, sebagai pihak “paranak” dalam proses pernikahan adat tersebut.

Proses “paradaton” pun berlangsung secara lengkap, dan meriah. Semua tahapan adat pernikahan Batak dapat dilaksanakan. Pihak keluarga cukup senang. Sayangnya sejak pesta adat pernikahan itu, hingga hari ini, saya tak pernah lagi mendengar kabar dari Michael “Silaban”. Entah dimana dia dan keluarganya berada, kami tidak tau bagaimana kabarya.

Mangain yang kedua yang kami lakukan pada minggu lalu. Dan proses adatnya dilaksanakan Senin (8/12) kemarin yaitu pasahat sulang-sulang ni pahompu“. Kali ini yang kami “ain” yaiu seorang pria kelahiran Philippina. Moises Castro, si pria Philippina, menikah dengan Esther boru Sianturi, kelahiran Surabaya, dan mereka sudah dikaruniai 3 orang anak. Keluarga muda ini sekarang menetap di Canada, karena Moises sedang menjalani pendidikan di negeri itu.

Sekitar 3 minggu lalu, seorang dongan tubu datang ke rumah saya menceritakan rencana acara “pasahat sulang-sulang ni pahompu”, yang akan dilaksanakan.

“Boru tulang saya berencana melaksanakan acara “pasahat sulang-sulang ni pahompu”, dongan tubu saya mengawali pembicaraan.
Apala boru ni tulang do on ompung, jadi ahu ma ditunjuk sebagai pangamai, ai ahu apala bere ni tulang i“, (Dia ini boru tulang kandung, dan aku diminta sebagai wali bagi suaminya, karena aku bere kandung tulang).
“Jadi si Moises Castro, mesti kita “ain” dulu jadi marga Silaban, supaya acara pasahat sulang-sulang ni pahompu nanti bisa dilangsungkan secara adat lengkap”, dongan tubu menambahkan.

“Ya, karena ini, tuntutan adat, mari kita laksanakan sebaik-baiknya”, begitu jawab saya.

Dalam hati saya berharap, agar Moises Castro Silaban, tidak seperti Michael, yang setelah acara adat pernikahannya, tidak pernah lagi terdengar beritanya. Mudah-mudahan Moises, sebagai orang kelahiran Asia, lebih menghargai proses adat yang sudah dia jalani.

Proses “mangain” dilaksanakan Minggu (30/11), dan Senin (8/12) acara “pasahat sulang-sulang ni pahompu” dilaksanakan dengan meriah. Semua unsur hadir dalam acara itu, parboru lengkap dengan semua elemennya, begitu juga kami dari pihak paranak. Pesta berlangsung sampai sore.

7 thoughts on “Mangain anak (marga) Silaban

  1. Horas,
    Kami akan mangain boru bulan Agustus 2012, mohon bantuannya untuk memberikan contoh undangan tertulis dalam bahasa batak. Karena biasanya undangan tidak dicetak dipercetakan, diketik sendiri kemudian diperbanyak dengan foto copy, sehingga kami belum menemukan contohnya. Mauliate bantuannya.

    Like

    • @Tari: Soal biaya, bisa besar bisa kecil. Kecil artinya, jumlah orang yang hadir pada acara itu, memang harus ada “marsipanganon”, makan bersama, lalu biasanya diberi ulos. Nah makan bersama itu tergantung jumlah orang yang mau diundang. Itu yang saya maksud dengan bisa besar, bisa kecil. Itu saja.

      Like

  2. Kalau prosesnya antara mangain anak dan mangain boru menurut saya, sama saja. Dan sesungguhnya prosesnya tidaklah terlalu rumit. Hanya saja dari segi “kedekatan”, mangain boru biasanya lebih jelas dan lebih “dekat”. Karena mangain boru, sudah pasti si boru yang akan di “ain”, akan dijadikan “boru ni tulang”, atau juga bisa tulang yang lebih tinggi, yaitu bona tulang.

    Yang sering jadi masalah adalah setelah (pasca) mangain itu. Dalam kasus diatas, kami Silaban, sesungguhnya tadinya tidak begitu akrab dengan hula-hula Sianturi (saya pribadi tidak kenal sebelumnya). Setelah mangain juga belum tentu semakin dekat. Dari segi sosial, bagi kami nyaris tidak ada nilai tambah, karena si Moises kemudian tinggal di Canada. Artinya kalau ada “ulaon” nya Silaban di Surabaya, maka dongan tubu yang baru, Moises Silaban, tidak bisa berpartisipasi.

    Kalau dalam bahasa Surabaya, dalam kasus diatas, Silaban cuma “ketiban sampur”.

    Like

  3. Jadi tamba ma partuturonta tutu alani Lae Moises Castro Silaban on, songonari gabe marhula-hula marboru hita. Horas ma di hamu pamoruan nami…:D

    Ya, lae makin luas partuturon. Marputar-putar partuturon i, molo sian Moises dohot ompu nami, ba marhula-hula hami tu hamu. Alai adong do tong amangboru nami marga Sianturi, jadi masiboan tutur be ma…

    Like

Leave a comment