Siapa Pembunuh Terbesar di Sekeliling Kita?

Menurut jubir nasional Covid-19, pada hari Kamis 26 Maret 2020, pasien positif terinfeksi Virus Corona (Covid-19) menjadi 893 orang. Dalam 24 hari sejak diumumkan Presiden, yang meregang nyawa sudah 78 orang, sementara  yang sembuh 35 orang.

Secara statistik, rata-rata jumlah orang meninggal akibat Covid-19 selama 24 hari adalah 3,25 orang per hari. Perhitungan statistik tersebut membuat banyak orang kuatir, itu menjadikan Indonesia termasuk yang tertinggi di seluruh dunia.

Sampai saat ini tren peningkatan masih terus terjadi, dan belum dapat diperkirakan akan sampai berapa jumlah pasien Covid-19 yang akan tewas.

Yang jelas, perkembangan korban Covid-19 mencemaskan banyak orang. Sejumlah ahli mencoba membuat kalkulasi memperkirakan berapa nantinya total keseluruhan yang meninggal akibat Covid 19. Beberapa model perhitungan dibuat untuk mengantisipasi apa yang bisa dilakukan kalau berbagai skenario perhitungan akan terjadi. Ada yang memperkirakan bahwa korban tewas di Indonesia akan mencapai 100.000 orang, analisis lain menyebut bahwa pada puncaknya jumlah yang meninggal paling di angka belasan ribu. Covid-19 sedang bertumbuh menjadi pembunuh yang mengerikan.

Tetapi ada pembunuh terbesar lainnya yang harus diwaspadai.Sambil mengamati perkembangan bencana non fisik Covid-19, ada baiknya kita mencermati pembunuh terbesar lainnya di Indonesia. Berikut ini pembunuh terbesar orang Indonesia, yaitu kecelakaan lalu lintas, TBC, dan penyakit akibat rokok.

Menurut data dari Korlantas Polri, di tahun 2018, rata-rata yang meninggal setiap hari akibat kecelakaan lalu lintas berjumlah 80 orang, belum termasuk yang luka berat, luka ringan, dan kerugian materi. Kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh sadis, karena pada umumnya korban tewas adalah orang yang berusia produktif. Kecelakaan lalu lintas membawa nestapa kepada keluarga, karena korban yang menjadi tulang punggung keluarga tewas, luka berat atau bahkan cacat seumur hidup.

Pembunuh besar lainnya adalah TB alias tuberculosis. Laporan WHO tentang kondisi TB di tahun 2018 di Indonesia ada  sejumlah 301 orang meninggal akibat TB setiap harinya, artinya dalam setahun lebih dari 100 ribu jiwa melayang karena TB. Sehingga Indonesia menempati ranking ke 3 dunia setelah China dan India. WHO memperkirakan kasus setiap tahun kasus TB lebih dari 840.000 kasus, namun yang dilaporkan hanya sekitar 450.000 kasus, sisanya didiamkan saja.

Diam-diam, TB menjadi “silent killer”, pencabut nyawa yang menghantui Indonesia. Tapi meski angka kematian yang demikian besar, tidak banyak orang yang peduli. Korban TB tetap berjatuhan. Padahal TB bisa disembuhkan secara total, tapi proses penyembuhannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

Kalau TB menewaskan sekitar 300 orang sehari, pencabut nyawa yang lebih besar adalah rokok. Menurut sebuah kajian yang dilakukan Kementerian Kesehatan, pada tahun 2015 kematian akibat konsumsi rokok di Indonesia mencapai lebih dari 230.000 setiap tahun. Sebuah angka yang sangat fantastis, rokok membunuh hampir 630 orang setiap hari. Setiap dua menit 2 nyawa melayang di negeri ini karena konsumsi rokok.

Balitbang Kementerian Kesehatan mengungkapkan kerugian yang ditanggung pemerintah karena penyakit akibat rokok mencapai sepertiga PDB (product domestic bruto) atau Rp4.180 triliun. Penyakit akibat rokok membuat orang yang produktif menjadi tidak produktif karena sakit. Tercatat kerugian ekonomi akibat tembakau mencapai Rp375 triliun per tahun (2015).

Dari tahun 1995 sampai 2013, perokok berusia 10-14 tahun meningkat dari 0,5% menjadi 4,8% dan perokok berusia 15-19 tahun meningkat dari 13,7% menjadi 37,3%. Angka-angka ini sesungguhnya ancaman yag mengerikan bagi masyarakat Indonesia. Rokok adalah momok menakutkan yang mengancam masa depan Indonesia, menggerogoti produktivitas masyarakat, menurunkan tingkat kesehatan bangsa.

Ironisnya, meski rokok menjadi ancaman yang sangat besar, Pemerintah dan masyarakat seperti tak berdaya melawan ancaman yang sangat serius tersebut. Pengusaha rokok melakukan lobby-lobby luar biasa kepada para pengambil keputusan di legislatif dan di eksekutif. Rokok begitu digdaya sehingga Pemerintah seolah tak punya kuasa mengendalikan bisnis rokok. Ironi bangsa ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa beberapa orang terkaya di Indonesia adalah pengusaha rokok!

Negara tak berbuat banyak melawan pembunuh terbesar Indonesia. Lihatlah semua mini market dan supermarket, display rokok persis di kasir, sehingga setiap konsumen mini market dan super market ketika melakukan pembayaran selalu dijejali dengan pajangan rokok. Padahal kalau mau, Menteri Perdagangan bisa dengan mudah membuat larangan display rokok di kasir mini market dan supermarket. Sebaliknya harusnya display rokok diatur hanya boleh di counter terpencil yang tidak semua orang perlu melihatnya. Kalau mau Pemerintah bisa membuat Peraturan Menteri Perdagangan atau bahkan Perpres untuk mengatur tata cara penjualan rokok di tingkat outlet.

Tapi pengusaha rokok bisa menciptakan kondisi sehingga peraturan itu tak pernah ada. Kenapa bisa begitu? You taulah sebabnya. Ada sesuatu di situ…

https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4655752/kakorlantas-setiap-hari-80-orang-meninggal-akibat-kecelakaan

https://www.voaindonesia.com/a/orang-per-hari-meninggal-di-indonesia-akibat-penyakit-tbc/4849081.html

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d28c29a2beb5/penyakit-akibat-rokok-rugikan-negara-hingga-ribuan-triliun-rupiah/

https://sains.kompas.com/read/2018/01/05/070500823/kerugian-ekonomi-dari-konsumsi-rokok-indonesia-hampir-rp-600-triliun.

Leave a comment