Mendambakan lingkungan sehat

Beberapa hari lalu, Sulis (nama lengkapnya saya lupa), salah seorang MTV (motivator) lingkungan dari Uli Peduli menelpon saya, minta waktu untuk bincang-bincang. Saya setuju untuk ketemu kemarin (10/12) pagi di kantor. Tunggu punya tunggu, hingga siang MTV tidak muncul, baru kemudian sekitar jam 3 sore dia bersama seorang MTV yang lain muncul dikantor saya.

Kedua MTV Surabaya itu menanyai saya beberapa hal mulai dari hobby sampai isu lingkungan dan obsesi saya tentang lingkungan hidup perkotaan. Untuk diketahui kedua MTV ini adalah sebagian dari orang-orang yang bekerja selama beberap tahun ini untuk merubah perilaku warga Surabaya menjadi lebih peduli tentang pengelolaan sampah. Melalui yayasan Uli Peduli, mereka bisa merubah orang yang semula tidak mau tau tentang sampah, menjadi kader yang mengkampanyekan  pengelolaan lingkungan.

Sambil menjawab, saya menyampaikan apresiasi saya kepada para MTV yang bekerja luar biasa terutama melaksanakan Surabaya Green Clean. Dalam beberap hal Surabaya mengalami kemajuan, khususnya pengelolaan sampah berbasis komunitas. Warga Surabaya terutama anggota PKK dan kader lingkungan sudah melakukan pemilahan sampah dan mengolah sampah menjadi kompos. Prestasi itu bahkan sudah ditiru di kota-kota lain termasuk sampai kota Bago, dan Cebu di Philippina. Surabaya bertambah bersih, masyarakat tambah senang.

Saya  mengatakan, meski Surabaya dinilai baik, tapi saya pribadi melihat masih banyak tantangan yang dihadapi untuk menuju kota sehat. Kepada kedua MTV itu, saya ajak diskusi tentang para petugas pengumpul sampah di lingkungan perumahan. Meski ssampah sudah dipilah, sebagian sampah masih harus dikumpul dan diangkut ke TPA (tempat pengolahan akhir). Praktek pengumpulan sampah yang sering dilakukan adalah menempatkan sampah di suatu kotak atau wadah di depan rumah. Dari wadah itu, petugas pengumpul akan mengambil sampah, kemudian memasukkan ke gerobak untuk dibawa ke TPS (tempat penampungan sementara).

Yang menjadi persoalan adalah, pengumpul biasanya mengambil sampah dari kotak didepan rumah paling banyak sekali sehari. Dikawasan tertentu bisa sekali dua hari bahkan sekali tiga hari. Kalau pengumpul mengambil sekali sehari, apakah sore atau pagi hari, banyak pemilik rumah menempatkan sampah di kotak didepan  rumahnya sesuka hati, bisa pagi, siang, sore atau malam hari. Selama sampah yang diletakkan di kotak sampah belum diambil oleh pengumpul, biasanya ada pemulung yang datang mencari sesuatu dari sampah tersebut. Ketika pemulung mencari barang yang ia inginkan, maka ia mengaduk-aduk sampah, sehingga bakteri yang ada didalam sampah berserakan ke segala arah. Pemulung yang mencari barang bekas bisa beberapa kali datang dalam sehari. Setiap kali kotak sampah diaduk-aduk, setiap itupula bakteri dan kuman bertebaran dan terbawa angin kesana kemari.

Ketika petugas pengumpul sampah datang, petugas akan memasukkan sampah yang sudah diaduk-aduk dengan menggunakan keranjang atau wadah lain untuk dimasukkan kedalam gerobak dorong. Sewaktu memindahkan itu, sampah diaduk lagi dan bakteri bertebaran lagi, dan bakteri bisa mengenai petugas pengumpul.  Setelah gerobak penuh, sampah dibawa ke TPS. Kalau di TPS sudah tersedia kontainer kosong, petugas pengumpul memindahkan sampah dari gerobak dorongke dalam kontainer. Ketika memindahkan itu, sekali lagi sampah diaduk, karena memindahkan menggunakan keranjang atau wadah kecil. Disinipun bakteri bertebaran lagi ke lingkungan disekitar. Petugas pengumpul juga sangat rentan dimasuki bakteri pada proses pemindahan ini.

Dengan sistem pengangkutan sampah yang demikian, maka lingkungan memang terlihat bersih dari sampah, tapi masih belum dapat dikatakan sehat. Karena beberapa vektor penyakit seperti lalat, nyamuk bahkan tikus, masih dapat beterbangan dengan bebas.  Kehadiran beberapa vektor penyakit merupakan indikator apakah lingkungan sudah sehat atau tidak sehat.

Secara sederhana, untuk melihat seberapa baik kualitas lingkungan suatu kota, maka indikator yang paling sederhana adalah kehadiran lalat dan nyamuk. Sebagai contoh, bila pada musim penghujan, masih ada lalat yang berterbangan di dalam rumah meski rumah cukup bersih, itu berarti lingkungan belum sehat.  Sebaliknya bila pada musim kemarau masih banyak nyamuk, maka itu juga berarti lingkungan masih belum sehat.  Maka kota yang bersih belumlah cukup, yang diperlukan adalah kota yang sehat. Surabaya sedang bergerak menuju kota sehat dengan dukungan sarana dan prasarana yang baik.

2 thoughts on “Mendambakan lingkungan sehat

  1. Selamat Natal dan Tahun Baru 2009 ya Bang Togar,
    Ayo untuk ngelola sampah spy bakteri gak kemana2 n lalat nyamuk,tikus gak merajalela,masuk thn 2009 sy tunggu di RW I tempat Bang Togar berdomisili kita garap bersama. Kalau perlu di RT aja dulu kan RW nya gak jelas.Dimulai dari sumbernya.Kalau para majikan gak sempat biar sy kumpulkan PRT nya aja,yang penting jalan.

    salam,
    widya

    Like

  2. Pak Togar salam kenal… kita memang patut memberi apresiasi yang tinggi pada para MTV. Cuman sayang sekali proses pendampingan yang telah dilakukan oleh para MTV kepada warga tidak diimbangi oleh prilaku pejabat/instansi yang ada di Surabaya.
    Kalau kita mau jujur… berapa sih tong sampah yang ada di kantor bapak dan sudah menerapkan 2 tong untuk sampah basah dan kering ? berapa anak buah bapak yang sudah memahami dan menerapkan pemilahan sampah di lingkungannya masing2? hayo jujur aja…
    Ini sebuah ironi (kalau mang belum ada lho pak..) bagaimana di instansi LH, dinas kebersihan, dinas kesehatan untuk masalah sepele (penyediaan 2 tong sampah) ternyata belum ada. Padahal instansi ini merupakan ujung tombak kebersihan dan lingkungan kota Surabaya.
    saya pernah discuss dengan beberapa kepala bagian di beberapa instansi ketika saya usulkan ini apa jawaban mereka ???
    “rata-rata mereka menjawab tidak perlu 2 tong sampah, karena kebanyakan instansi tidak menghasilkan sampah basah, hanya sampah kering”.
    Waduh bukan masalah tidak menghasilkan… masak iya sih dalam satu minggu aja tidak ada sampah basah yang dihasilkan? bungkus daun, bekas jajan/roti basi dll…

    Sekali lagi bukan masalah tidak menghasilkan, tapi proses learning… dan pembentukan pola kebiasaan/habit perlu dibentuk dari sana. Saya kira bapak sepakat bahwa dengan organisasi yang memiliki struktur dan kompensasi yang jelas, akan lebih mudah untuk mengarahkan bawahan mengikuti program pilah sampah. so dirumah mereka tinggal mmraktekan saja.

    Gimana Bang Togar ???

    Like

Leave a comment